Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Tips Mengawal Pembelajaran Emosi pada Anak


CahayaPerdana.com - Guru merupakan pekerjaan mulia sebagai salah satu kepanjangtanganan orangtua dalam mendidik anak. Apalagi menjadi guru di usia dini bukan pekerjaan mudah karena biasanya guru sering dijadikan model sentral pembelajaran oleh muridnya selain orangtuanya. Guru adalah orangtua psikologis, walaupun tidak melahirkan tetapi ada kontribusi dalam mendidik dan membentuk karakter anak sejak dini. Guru yang baik salah satunya adalah yang tampaknya memikirkan jangka panjang terhadap perkembangan dan pembelajaran emosi anak.

Pada dasarnya, seperti juga orang dewasa, anak-anak memiliki beberapa ekspresi emosi, antara lain kemarahan, ketakutan, rasa ingin tahu, kegembiraan, dan afeksi. Ada pun marah merupakan salah satu bentuk ekspresi yang merupakan reaksi alamiah manusia karena merasa terganggu atau terancam. Emosi muncul cukup kuat pada usia 2,5-3,5 tahun, lalu 5,5 tahun, dan 6,5 tahun. Emosi yang tinggi kebanyakan disebabkan aspek psikologis daripada masalah fisiologis.

Marah merupakan salah satu bentuk emosi negatif yang bisa mendorong seseorang untuk berperilaku destruktif atau merusak. Oleh karena itu, setiap orang perlu memahami dan mengetahui cara mengendalikan amarah. Amarah pada orang dewasa dan anak-anak memiliki perbedaan. Marah pada orang dewasa lebih stabil dibandingkan dengan marah pada anak-anak karena anak-anak masih berkembang dalam aspek emosinya.

Semua emosi tidak menyenangkan yang dialami anak perlu diatasi. Orangtua perlu membimbing anak untuk mengenali dan mengatasi emosi yang tidak menyenangkan tersebut termasuk salah satunya adalah marah. Agar dapat membimbing anak dengan lebih tepat orangtua perlu memahami terlebih dahulu tentang marah pada anak. Ada baiknya orangtua lebih realistis dalam menetapkan standar dan menumpukan harapannya pada anak. Ledakan marah yang tidak tertangani dengan laik dan terbawa hingga dewasa berpeluang menjadi perilaku menetap. Bila sudah menetap perilaku tersebut sulit dihilangkan. Bahkan seseorang bisa membutuhkan bantuan ahli untuk menangani emosinya ketika telah dewasa.

Perlu diketahui oleh banyak orangtua bahwa pembelajaran emosi salah satunya mencakup kemampuan mengendalikan diri, semangat dan ketekunan, serta kemampuan untuk memotivasi diri sendiri. Keterampilan-keterampilan ini dapat diajarkan pada anak-anak. Pelajaran-pelajaran emosi yang diperoleh pada masa kanak-kanak, di rumah dan di sekolah, akan membentuk sirkuit-sirkuit emosi, membuat kita cakap atau tidak cakap dalam hal-hal dasar kecerdasan emosional. Pembelajaran emosi ini sesungguhnya dapat diajarkan dan dilatihkan sejak dini.

Untuk mengelola emosi kemarahan anak, dapat dilakukan dengan menggunakan teknik disiplin, yaitu dengan adanya reward, punishment, komitmen, dan konsisten. Akan tetapi, untuk membangun kecerdasan emosinya diperlukan cara tersendiri antara lain dengan:

Kemampuan Mengenali Diri Sendiri
Latihlah anak menganalisis perasaannya. Latihan ini dimulai sejak anak mengembangkan kemampuan untuk memilah pengalaman atau mengategorikan pengalaman. Anak usia 2 tahun sudah bisa merasakan pengal-man yang menyenangkan dan tidak menyenangkan, baru bisa diarahkan oleh anak usia 5 tahun. Misalnya, marah, takut, kesal, dan sebagainya.

Kemampuan untuk Mengolah dan Mengekspresikan Secara Tepat
Latihlah anak untuk mengolah emosinya. Sebenarnya, usaha untuk mengelola emosi sudah dapat dilakukan sejak awal kehidupannya, walaupun anak belum mengetahui apa yang dirasakannya. Misalnya, ketika anak mendekap ibunya erat sekali, ketika dikenalkan pada lingkungan baru. Atau ketika anak pertama kali mencoba naik tangga, anak akan melirik ibunya terlebih dahulu.

Kemampuan Memotivasi Diri
Motivasi anak biasanya bersifat eksternal, baik itu dari orangtua, guru, maupun lingkungan lainnya. Misalnya, "Ayo kamu pasti bisa mengerjakannya". Tetapi yang harus diingat adalah bahwa seorang anak kecil agak sulit untuk memotivasi dirinya sendiri. Oleh karena itu, orangtua yang tidak memahami hal tersebut biasanya justru tidak memotivasi anaknya. Contoh, nilai rapor jelek, langsung dimarahi.

Kemampuan Mengenal Emosi Orang Lain
Kemampuan ini merupakan dasar berempati, yaitu kemampuan untuk mengerti dan memahami perasaan orang lain. Hal ini sangat diperlukan seorang anak dalam membina dan berelasi dengan orang lain nantinya. Kunci berempati itu adalah kemampuan membaca pesan nonverbal seperti, nada bicara, gerak-gerik, ekspresi wajah, dan lain-lain.

Kemampuan Membina Hubungan dengan Orang Lain
Seorang anak baru dapat membina hubungan dengan orang lain apabila ia telah mempunyai kemampuan mengenali diri sendiri, mengolah dan mengekspresikan emosinya dengan tepat, serta memotivasi diri sendiri. Selain itu, anak juga harus merasa aman di lingkungannya. Rasa aman akan muncul apabila anak mempunyai kepercayaan. Jadi, apabila anak percaya bahwa lingkungannya menyenangkan, anak pun akan mempunyai rasa aman dan memiliki kemampuan membina hubungan dengan orang lain.

Maman Soleman
Maman Soleman Aktif menulis sejak tahun 1986 di media massa. Menjadi announcer di Radio Fantasy 93,1 FM sejak tahun 1999. Menjadi Blogger sejak tahun 2010. Sekarang aktif sebagai Content Writer untuk beberapa Blog/Website.
Follow Berita/Artikel Cahaya Perdana di Google News