Obesitas pada Anak Mesti Diwaspadai
CahayaPerdana.com - Anak-anak yang memiliki berat badan berlebih, rentan terhadap gangguan pertumbuhan. Masa anak-anak merupakan masa pertumbuhan tatkala tubuh mengalami tahapan penyesuaian kebutuhan nutrisi dan pembentukan organ sebelum perkembangan lebih lanjut pada usia remaja hingga dewasa.
Ketika energi yang dihasilkan dari pembakaran kalori tidak terpakai, tubuh akan menyimpannya dalam bentuk lemak. Seiring waktu, lemak ini akan terus bertumpuk dan terjadilah obesitas.
Berat badan lebih atau obesitas merupakan masalah kesehatan. Apabila hal ini terjadi pada anak-anak, akan menyebabkan ketidakseimbangan asupan dan perkembangan fisik yang tidak sesuai.
Obesitas pada anak pada dasarnya terjadi karena konsumsi makanan yang melebihi kebutuhan, serta aktivitas fisik yang kurang. Jadi, ada kesenjangan di antara keduanya. Penyebabnya merupakan interaksi dari berbagai faktor seperti pola makan yang buruk, kurang aktivitas fisik, hingga genetis. Namun, penyebabnya tak hanya soal perilaku makan. Yang paling banyak terjadi justru karena screen time yang terlalu banyak.
Banyaknya orangtua yang menganggap bahwa anak gendut adalah anak yang sangat menggemaskan, juga menjadi tantangan tersendiri. Ketika anak sudah duduk di depan gawai, otomatis aktivitas fisik jadi berkurang. Bahkan, terkadang aktivitas di depan gawai sering kali dibarengi dengan mengemil dan diam. Hal itu menjadi salah satu faktor penyebab terbesar yang menjadi alasan jumlah obesitas pada anak lebih besar dibandingkan dengan bertahun-tahun lalu.
Kalau dulu, main di luar rumah dan bergerak. Kalau sekarang kan berbeda lagi. Bukan berarti tidak boleh, tapi orangtua memang sebaiknya membatasi waktu screen time anak. Minimal, seperti anjuran dari WHO, yaitu maksimal dua jam dalam satu hari.
Tren yang berlangsung adalah pasien obesitas pada anak yang datang berusia 8 atau 9 tahun. Di umur tersebut, penanganan relatif lebih mudah, karena pasien anak sudah bisa diajak berbicara untuk memperbaiki pola makan.
Untuk memerangi obesitas, yang utama harus dilakukan adalah perubahan tingkah laku. Kecuali, untuk obesitas yang disebabkan karena kelainan hormonal dan genetik.
Pada kedua orangtua yang mengalami obesitas, kemungkinan anak juga mengalami obesitas sekitar 80%. Jika hanya satu di antara orangtua yang mengalami obesitas, tingkat kemungkinan menjadi sekitar 40%. Kalau kedua orangtuanya tidak mengalami obesitas, kemungkinannya tetap ada, yaitu sekitar 15%".
Ada banyak faktor penyebab obesitas. Akan tetapi, banyak pula obesitas pada anak yang justru disebabkan karena kelalaian orangtua. Kelalaian tersebut terjadi karena mispersepsi orangtua terhadap pola makan anak. Misalnya, kebiasaan makan anak, mengenalkan makanan padat terlalu dini pada anak, hingga orangtua yang memberikan makanan pada anak sebagai hadiah.
Itu jelas salah, karena makan adalah kebutuhan, jadi sebaiknya tidak digunakan oleh orangtua sebagai iming-iming atau hadiah. Pola makan yang baik pada anak adalah dengan memberikan makanan bergizi seimbang setiap waktu makan, yaitu tiga kali sehari. Camilan boleh diberikan di luar jadwal makan dengan jadwal yang sama.
Mispersepsi yang sering terjadi juga adalah orangtua merasa anak makan terlalu sedikit, lalu diberikan camilan kapan pun anak mau sehingga komposisi makanan yang masuk jadi berantakan.
Persoalan konsumsi susu juga sering kali menjadi mispersepsi orangtua. Anak sering kali dirasakan harus mengonsumsi susu setiap hari. Padahal, kalsium yang terkandung dalam susu juga bisa didapatkan dari sumber makanan yang lain.
Banyak juga yang anaknya makan sedikit, lalu langsung diberikan susu high calcium padahal anaknya sudah besar. Setelah anak sudah terlalu gemuk, jadi susah menyetopnya. Untuk menghentikan kebiasaan-kebiasaan tersebut disarankan orangtua untuk disiplin dan konsisten menerapkannya. Ketika dijalankan, perlawanan dari anak pasti ada. Misalnya anak yang menangis, mengamuk, dan tantrum. Akan tetapi, hal tersebut biasanya hanya terjadi antara dua dan tiga hari.
Mau tak mau cara tersebut harus dilakukan, daripada dampaknya akan semakin besar pada kehidupan anak. Adapun dampak terburuk yang bisa terjadi, misalnya, anak mengalami komplikasi berupa peningkatan kadar kolesterol dan kelainan jantung, peningkatan tekanan darah, gangguan tidur, gangguan ortopedi, hingga berdampak pada psikososial anak.
Banyak pula kasus obesitas yang berpengaruh pada rasa percaya diri anak, sehingga menyebabkan anak memisahkan diri dari kelompok bermain karena menderita bullying dan merasa depresi.
Sumber:
Endah Asih/PRM/13052018
momentdina.com