Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Anak Hiperaktif, Bagaimana Sebaiknya Kita Hadapi?


CahayaPerdana.com - Pyar...! Sebuah jambangan antik jatuh dari meja tempat barang-barang antik ibu. Doni, si kecil yang 'nakal' nampak bingung berdiri di dekat kepingan jambangan yang sudah hancur. Sementara ibunya dengan sangat terkejut, berlari dari dapur untuk melihat apa yang baru saja terjadi. "Ah, Doni lagi, Doni lagi!'" seru sang ibu seraya mendaratkan beberapa cubitan di paha Doni. Doni sendiri menerima cubitan itu tanpa mengaduh sama sekali, bahkan sesudah acara cubit mencubit itu selesai, ia berlari-lari kecil ke luar rumah dan bermain dengan teman sebayanya seakan-akan tak terjadi sesuatu apa pun.

Rupanya, bukan hanya sekali itu saja Doni kecil melakukan perbuatan yang bisa dianggap 'nakal'. Setiap hari paling sedikit dua atau tiga kali ibunya harus memarahi, menghukum bahkan mengurungnya di kamar mandi karena 'kenakalannya' yang luar biasa. Dan ternyata, 'kenakalan' Doni sudah dapat dilihat semenjak ia mulai bisa berjalan. Lipstik ibu, diambil untuk mencoret-coret kaca cermin; tapal meja berubah seketika menjadi perca kain lantaran digunting-gunting; juga alas tempat tidur berganti fungsi menjadi kanvas bagi karya lukis Doni.

Ketika Doni mulai menginjak bangku taman kanak-kanak, 'kenakalan'nya makin hebat. Radio dia preteli, spidol selalu dia lepas tutupnya dan isinya berceceran di mana-mana. Sekrup-sekrup jam weker di ruang kerja ayah lepas semua. Di samping itu, Doni kecil pun tahu segala isi dompet ayah, segala isi lemari dapur dan di mana ibu selalu menyimpan kue.

Secara sepintas, kelakuan Doni tersebut memang biasa dianggap sebagai tingkah 'nakal', dan biasanya kalau kita menyebut seorang anak berkelakuan 'nakal', tentu menimbulkan kesan negatif. Namun, di balik semua kenakalan Doni, ternyata ada juga kelebihannya. Doni selalu bisa menemukan kaos kaki ayah di almari, ia cepat bisa menerima instruksi dari siapa pun dan melakukannya dengan benar. Selain itu, bila menonton film serial TV, dia tak henti-hentinya ceriwis menanyakan jalan cerita lakon yang sedang dipertunjukkan, dan seminggu kemudian ia masih sanggup menceritakan secara urut. Bahkan kalau ibu lupa nama para pemain, Doni dengan cepat dapat menyebutkannya.

Sayangnya, segala segi positif dari tingkah laku Doni ini tertutup oleh kenakalannya yang cukup menjengkelkan ibu ataupun ayah. Berbagai cara sudah dicoba oleh ibu dan ayah untuk menanggulangi kenakalan Doni, tetapi bukannya berkurang malahan makin bertambah sejalan dengan pertambahan usianya. Menurut ibunya, rumah baru aman jika Doni tidur. Sebab sebelum matanya terpejam, ada saja yang diganggunya. Kalau bukan kakaknya ya adiknya. Bagaimana sih cara menghadapi anak hiperaktif?

Cara Menghadapi Anak Hiperaktif

Anak seperti Doni tersebut, diistilahkan sebagai hiperaktif. Sifat hiperaktif seorang anak, selain menjengkelkan juga sangat melelahkan sehingga kehadirannya sangat mengganggu seisi rumah. Bagaimana sebaiknya kita menghadapi anak yang bersifat hiperaktif seperti Doni itu.

Sebelum melakukan terapi dalam mengatasi kelakuan anak semacam Doni tersebut, sebaiknya ayah, ibu, kakak, pembantu rumah tangga atau siapa pun dalam lingkungan serumah, harus mempunyai satu kesatuan sikap dalam menghadapinya. Yang paling penting sebagai persiapan adalah kesabaran luar biasa. Kemampuan untuk menahan emosi kemarahan dan pengertian secukupnya untuk menghadapi cara berpikir anak seperti Doni yang sangat cepat, kritis dan tidak puas hanya disuruh menurut saja, juga amat penting.

Dalam hubungan ini, seringkali kita tidak menyadari bahwa kenakalan anak tidak jarang justeru disebabkan 'kenakalan' orangtuanya pula. Misalnya, orangtua kadangkala malas menceritakan apa yang ingin diketahui oleh anak. Sering kita dengar ucapan: "Alaa.. kamu anak kecil mau tahu saja. Sudahlah diam, jangan ribut." Nah, jawaban seperti ini jelas sangat tidak memuaskan rasa ingin tahu anak. Hingga dengan caranya sendiri si anak mencoba mengamati hal-hal yang belum dijawab orangtuanya secara memuaskan.

Seorang anak juga menganggap orangtuanya 'nakal' bila keinginannya tidak terpenuhi sehingga ia merasa wajar kalau ia pun bertingkah laku nakal. Seperti contoh di atas, si Doni juga terbiasa bahkan kebal menghadapi kemarahan orangtuanya. Kemarahan ayah atau ibu dianggapnya wajar saja, malahan Doni tidak menunjukkan penyesalan. Menurut logika anak, karena ayah atau ibu juga tak ada penyesalan bila melakukan 'kenakalan', maka ia juga merasa tidak menyesal apabila berbuat 'nakal'.

Karena itu, agar anak bisa merasa senang dan puas serta tidak lagi menganggap bahwa orangtuanya 'nakal', ada baiknya jika ayah atau ibu bersedia memenuhi segala keingintahuan anak, mau sedikit berdebat mengenai pengetahuan yang dimiliki anak, dan biarlah anak ikut serta bila ayah atau ibu sedang melakukan kegiatan. Tentu saja dalam mengikutsertakan anak dalam kegiatan ayah atau ibu, berikan peranan yang sesuai dengan tingkat umur serta kemampuannya. Misalnya ibu biasanya tidak suka diganggu apabila sedang membersihkan rumah. Anak selalu disuruh bermain-main di luar rumah. Padahal, jika anak diikutsertakan, misalnya anak ditugaskan mengelap kursi ataupun membersihkan barang-barang lain (yang tidak mudah pecah) sambil ibu menceritakan fungsi setiap benda, serta menceritakan pula bahayanya, pentingnya, dan seterusnya, maka rasa ingin tahu anak dengan sendirinya tersalur. Sekaligus si anak diajar untuk membantu dan tidak menjadi pemalas. Ceritakanlah kepada anak, bahwa hiasan ini bagus diletakkan di situ. Tunjukkan pula bahwa mainannya sebaiknya disimpan di tempat mainan jika sedang tidak dipakai. Dengan begitu mainan akan terpelihara dan tak cepat rusak. Selain memuaskan segala rasa keingintahuan anak, kita sekaligus juga melatihnya menggunakan benda-benda yang perlu dan menghindarkannya bermain dengan benda-benda terlarang.

Apabila si anak sudah bisa memahami bahwa ayah atau ibunya selalu memperhatikan rasa ingin tahunya, maka biasanya si anak akan bertanya lebih dahulu sebelum melakukan sesuatu. Ia akan minta ijin lebih dahulu apakah suatu barang tertentu boleh dipinjam, ataukah hanya boleh dilihatnya, dan sebagainya. Selain itu, untuk menghindarkan anggapan bahwa 'nakal' adalah sesuatu yang wajar, maka sebaiknya para orangtua memulai untuk minta maaf bila melakukan kesalahan. Dengan demikian si kecil bisa menirunya pula.

Nah, bila menurut anak, ayah atau ibu mau memperhatikan segala rasa ingin tahunya serta mau menjawab segala pertanyaan yang diajukannya, maka anak akan menganggap ayah atau ibunya tidak nakal, sehingga ia juga merasa perlu untuk tidak bersikap nakal pula.

Terapi perilaku, begitu istilah para psikolog untuk memperlakukan anak-anak yang hiperaktif. Dengan terapi perilaku semua energi fisik maupun psikis bisa tersalurkan sehingga secara teoritis kenakalan pun akan dapat berkurang. Kalau kita akan mempraktekkannya di rumah, harus dimulai dengan hal-hal yang praktis dan selalu dikerjakan sehari-hari. Usahakan pula menunjukkan sikap sewajar mungkin. Misalnya mengikutsertakan si anak mencuci mobil, mengepel lantai, berkebun, bahkan juga dalam kegiatan reparasi sederhana.

Maman Malmsteen
Maman Malmsteen Aktif menulis sejak tahun 1986 di media massa. Menjadi announcer di Radio Fantasy 93,1 FM sejak tahun 1999. Menjadi Blogger sejak tahun 2010. Sekarang aktif sebagai Content Writer untuk beberapa Blog/Website.
Follow Berita/Artikel Cahaya Perdana di Google News