Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Kawasan Percandian Muaro Jambi, Pusat Pendidikan Buddha yang Dikenal Dunia

CahayaPerdana.com - Selain unik dan masih menjadi misteri, para ahli sejarah menafsirkan bahwa kawasan percandian Muaro Jambi merupakan pusat pendidikan ajaran Buddha Mahayana terbesar di zaman itu, abad ke-11, selain di China dan India. Swarna-bhumi, Swarnadwipa atau Pulau Sumatra ternyata sudah sejak dulu dikenal di luar negeri, terutama bagi penganut ajaran Buddha.

Di dalam sejarah Thu-bkan-blo-bzan-Chos-kyi-ni-ma menyebutkan bahwa Dipamkara Srijnana (Atisha, pembangun gelombang Buddhisme Tibet) pernah menuliskan perjalanannya ke Sumatra dengan kalimat 'Saya dipersilakan tinggal di istana berpayung perak, untuk mencurahkan waktu demi pelajaran, pemikiran, dan semadi'.


Sumber-sumber tertulis asing menegaskan bahwa di masa lalu Percandian Muaro Jambi merupakan tempat pengajaran Buddhisme untuk mempersiapkan diri sebelum belajar ke Nalanda, universitas kuno di India.

I-Tsing, biksu dari China, juga menulis dalam laporannya sebagai berikut, 'Jika biarawan dari China mau pergi ke India untuk mendengarkan ajaran-ajaran dan mempelajari kitab-kitab ajaran asli, sebaiknya dia tinggal di Sriwijaya selama satu atau dua tahun untuk mempersiapkan dan melatih diri ten tang cara-cara yang benar sebelum menuju India'.

Keyakinan peneliti bahwa kompleks percandian Muaro Jambi merupakan pusat pendidikan juga didukung oleh deskripsi tulisan-tulisan I-Tsing yang menyamakan kampus Nalanda dan Muaro Jambi. Misalnya, keadaan parit atau kolam yang sama-sama ada di kedua universitas itu. Menurutnya, di Nalanda tidak ditemukan tempat khusus buang air sehingga untuk buang air dilakukan di parit atau ladang.

Begitu juga dengan ketiadaan kamar mandi. Untuk mandi, seratus atau seribu biksu keluar bersamaan menuju kolam. Meskipun kamar mandi tak ada, ada biara yang menyediakan ruangan kecil sebagai tempat untuk mencuci pakaian.

Kawasan Candi Muaro Jambi juga memiliki hubungan yang erat dengan Buddhisme Tibet. Dalai Lama XIV Tibet Tenzin mengatakan, "Ada hubungan antara Indonesia dan Tibet di masa lalu. Seribu tahun lalu, abad ke-10, seorang guru besar dari India mengujungi Swarnadwipa, Pulau Emas (Sumatra), untuk menirnba ilmu ajaran Buddha. Kemudian dia diundang ke Tibet untuk mengajarkan ilmunya di sana."

Penjelasan sejarah itu bisa dirunut sekarang. Menurut arkeolog dari Badan Pelestarian Cagar Budaya Jambi Agus Widiatmoko, di Tibet sampai sekarang ada keturunan Dharmakirti atau Serlingpa (orang Sumatra) dari abad ke-10. Hingga sekarang ada saja orang Tibet yang berkunjung ke percandian Muaro Jambi. Apalagi kalau hari besar Buddha seperti Waisak.

Maman Soleman
Maman Soleman Aktif menulis sejak tahun 1986 di media massa. Menjadi announcer di Radio Fantasy 93,1 FM sejak tahun 1999. Menjadi Blogger sejak tahun 2010. Sekarang aktif sebagai Content Writer untuk beberapa Blog/Website.
Follow Berita/Artikel Cahaya Perdana di Google News